Selasa, 10 Oktober 2017

DANAU ANEUK LAOT

DANAU ANEUK LAOT


1.      Pengantar
Walaupun kecil kota sabang menawarkan banyak pilihan destinasi yang menarik untuk dikunjungi, terutama destinasi alam seperti pantai, gunung berapi, air terjun dan danau. Salah satu danau romantis yang menarik untuk dikunkungi adalah Danau Aneuk Laot.
Danau ini terletak di Jalan Aneuk Laot - Balohan Sabang, Jurong Putroe Ijo, Gampong Aneuk Laot. Danau Aneuk laot memiliki panorama alam yang snagat indah dan mampu memanjakan mata.Udara yang ada di kawasan danau ini masih cukup segar dan bersih karena belum terkena polusi udara. Bentuk danau yang memanjang, membuatnya menjadi cukup unik dan terkesan seperti sungai. Tak hanya itu saja, di sekeliling danau berdiri perbukitan hijau yang menjadikan suasana di sekitar danau terasa sangat sejuk dan segar walaupun di siang hari. Hingga saat ini Danau Aneuk Laot menjadi sumber air bagi masyarakat Sabang.
Selain keindahan dari Danau ini. Danau Aneuk Laot juga memiliki mitos-motos yang berkembang yang membuat orang-orang penasaran dari Danau ini.

2.      Pembahasan
Danau Aneuk Laot terletak di Jalan Aneuk Laot – Balohan Sabang, Jurong Putroe Ijo, Gampong Aneuk Laot. Sejarah dinamakannya Aneuk Laot. Menurut cerita orang-orang tua, Gampong Aneuk Laot ini merupakan salah satu Gampong tertua di Kota Sabang.
Menurut Bapak Fatwa Amri yang merupakan pemilik salah satu cafe di dekat Danau Aneuk Laot, dinamakan Danau Aneuk Laot karena   kalau kita melihat dari Atas tulisan “I Love Sabang” kita melihat seperti Laut benaran padahal di lihat dari dekat warnanya Hijau, Danau. Maka dinamakan Danau Aneuk Laot, bisa di artikan Danau Anak Laut. Danau Aneuk Laot ini sering pasang-surut, apalagi setelah Tsunami, Danau ini surut sari sebelum Tsunami. Danau Aneuk Laot ini merupakan tempat persinggahan bidadari-bidadari dari khayangan, yang namanya putri bungsu, putri ijoe, putri halus, dan kuda mas.Ketiga putri ini dikawal oleh kuda mas nya. Di bawah Danau Aneuk Laot ada kerajaan Emas. Dahulu pada zaman Dinasti Cina pernah mencoba mengeringkan Danau ini untuk melihat kerajaan Emas. Sekarang nama tempatnya Lung Cina, Lung artinya Parit. Namun, ketika pekerja mengeringkan Danau Aneuk Laot, pekerja-pekerja tersebut menemukan Ular yang sangat besar, maka itu dimakan ramai-ramai. Setelah makan Ular tersebut, pekerja-pekerja tersebut mati semuanya. Danau Aneuk Laot pada masa penjajahan Jepang merupakan Primadona karena Danau Aneuk Laot merupakan sumber air di sabang. jadi di dekat Danau Aneuk Laot ini, banyak Benteng-Benteng Belanda yang berdiri. Ketika Jepang telah menyerah kepada Belanda, semua harta Bendanya di bumihanguskan salah satunya dengan  membuangnya ke Danau. Makanya banyak masyarakat yang banyak menemukan senjata-senjata dari Danau.
Asal Usul Danau Aneuk Laot ini menurut Bapak Sulaiman Daud SPd yang menjabat sebagai panglima danau sekaligus kepala desa (Pecik), ada kaitannya dengan asal usul sabang. Nama Sabang berasal dari bahasa arab, yaitu “Shabag” yang artinya gunung meletus. Dahulu kala masih banyak gunung berapi yang masih aktif di Sabang.
Sedangkan Pulau Weh berasal dari kata dalam bahasa Aceh, ”weh” yang artinya pindah, menurut Bapak Sulaiman Daud SPd yang beredar, Pulau Weh pada mulanya merupakan satu kesatuan dengan Pulau Sumatra, yakni penyatuan daratan sabang dengan daratan Ulee Lheue. Namun pada saat itu terjadi gempa bumi yang dahsyat, keduanya terpisah seperti kondisi sekarang yang berjarak 18 mil.  Ulee Lheue di Banda Aceh berasal dari kata Ulee Lheueh Ulee artinya Kepala dan  Lheueh artinya yang terlepas. Akibat dari meletusnya gunung merapi, terbentuklah Danau Aneuk Laot.
Tanpa Danau Aneuk Laot masyarakat sabang akan berbahaya, karena Danau Aneuk Laot merupakan pendingin gunung merapi, dan sumber mata air bagi masyarakat Sabang. Danau Aneuk Laot sangat berharga bagi masyarakat sabang oleh karena itu, masyarakat sabang menjaga Danau Aneuk Laot dengan Hukum Adat dan Undang-Undang yang di buat masyarakat Sabang. Hal itu sudah di terapkan dan dilaksanakan.
Pada tanggal 6 desember 2016, kami berkunjung ke danau Aneuk Laot, Bapak Sulaiman Daud mengatakan bahwa 3 hari yang lalu, ada orang yang tertangkap meracuni danau, untuk mencuri lobster. Hal ini diselesaikan dengan Hukum Adat dan Musyawarah. Musyawarah biasa dilakukan di Balairung. Hukumannya tidak dengan pakai uang, tetapi dengan sangsi sosial, yaitu tidak boleh ke danau selama setahun kemudian di tempel di sekeliling daerah dekat danau bahwa orang yang kena hukuman tersebut tidak boleh mendekati danau Aneuk Laot.
Menurut ibuk Suwarti, yang merupakan pegawai pengaman tamu-tamu penting di sabang, masyarakat di dekat Danau Aneuk Laot ini, setiap tahunnya melakukan Kenduri untuk menghormati Danau Aneuk Laot ini. Setelah di adakan Kenduri maka Masyarakat dilarang mendekati Danau Aneuk Laot selama 3 hari. Hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat Aneuk Laot. Dikatakan juga kenduri dilakukan supaya Danau Aneuk Laot ini tidak meminta tumbal, karena dahulu setiap tahunnya Danau ini selalu minta tumbal, tetapi ketika sudah diadakan kenduri untuk menghormati Danau ini, sudah jarang meminta tumbal. Jika masyarakat Aneuk Laot lalai maka malapetaka akan terjadi menimpa masyarakat Danau Aneuk Laot.
Ketika berada di dekat Danau Aneuk Laot, pantangannya kita tidak boleh bicara kasar dan bicara menyombongkan diri, serta tidak boleh melakukan tindakan senonoh, seperti perbuatan mesum. Pernah kejadian pada tahun 1990-an, di danau aneuk laot ada sepasang muda-mudi, yang  melakukan perbuatan mesum di dekat Danau Aneuk Laot, perbuatannya kemudian ketauan dengan masyarakat disini, akhirnya masyarakat Aneuk Laot membawa sepasang muda-mudi untuk diamankan tetapi mereka sudah terkena kutukan dari perbuatannya, mereka berdua tidak bisa dipisahkan, badan mereka berdua sudah tertempel. Akhirnya sepasang mdua-mudi tersebut dibawa ke Banda Aceh karena mereka orang Banda Aceh. Tetapi Keluarga mereka tidak mau mengakui lagi. Tindakan terakhir yang dapat dilakukan yaitu dengan menyuntik mati sepasang muda-mudi tersebut.
3.      Penutup
Banyaknya mitos-mitos yang berkembang di masyarakat bukan untuk menakuti orang tetapi semata-mata hanya untuk menjaga Danau Aneuk Laot. Danau Aneuk Laot ini maka diberlakukanlah Hukum Adat di masyarakat. Jika terjadi pelangggaran maka sangsinya di musyawarahkan di Balairung. Danau Aneuk Laot punya Panglima danau yang bertugas untuk menjaga danau agar terjaga keletariannya. Masyarakat Gampong Aneuk Laot jurong Putroe Ijoe mempunyai kewajiban untuk menjaga Danau Aneuk Laot dari segala ancaman yang ada, karena Danau Aneuk Laot merupakan sumber mata air masyarakat sabang dan sebagai pendingin gunung berapi di sabang.

Filsafat Sejarah Kritis



MAKALAH
“FILSAFAT KRITIS”


Description: logo vektor universitas negeri padang


DI SUSUN OLEH
KELOMPOK IV
HALIZA PUTRI
MARYANTI
ORIN RUSTIN
YOGA WILLIAM



JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya layak untuk ALLAH SWT tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik serta hidayahnya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Filsafat Kritis”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah filsafat sejarah di program studi pendidikan sejarah.
Kami meyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini .





Padang, Oktober 2016

Penulis





FILSAFAT SEJARAH KRITIS
1.      LATAR BELAKANG FILSAFAT SEJARAH KRITIS
Ada dua alur yang berbeda dalam membahas filsafat sejarah, yaitu alur filsafat sejarah spekulatif dan alur filsafat kritis. Filsafat spekulatif merupakan upaya untuk memandang proses sejarah secara menyeluruh, kemudian mencoba menafsirkannya sedemikian rupa untuk memahami arti dan makna serta tujuan sejarah. Sedangkan filsafat sejarah kritis tidak memandang pada proses sejarah secara menyeluruh, tetapi memikirkan masalah-masalah pokok penyelidikan sejarah itu sendiri, cara dan metode yang digunakan oleh sejarawan, dan sebagainya.[1]
Filsafat sejarah kritis ini lahir setelah sejarah menjadi disiplin ilmiah sejak pertengahan abad ke-19.[2] Filsafat sejarah kritis lahir dari dua aliran yang saling bertentangan yaitu antara positivisme dan idealisme dengan historisisme sebagai salah satu cabangnya. Salah satu tokoh pendiri ialah Wilhem Dilthey. Pada 1883 ia mengumumkan lahirnya filsafat sejarah kritis sebagai suatu cabang baru dan sekaligus antitesis terhadap filsafat sejarah spekulatif yang konvensional.
1.      Mahzab Positivisme
Positivisme berasal dari tradisi pemikiran empirisme abad Pencerahan (abad ke-18). Para pendirinya terdiri dari sekelompok kecil filsuf Eropa, yang didukung oleh kaum industris dan pembaru politik, mendirikan suatu “bentuk ilmu tunggal” the heroic model of science sebagai fondasi baru untuk memperoleh kebenaran. Iklim intelektual yang mendasari keyakinan ilmiah (paragdima) mereka adalah gagasan tentang ‘kemajuan’ (progres) dan ‘kebebasan’ (freedom) berfikir, termasuk kemerdekaan politik, dengan wahana ilmu pengetahuan alam. Kaum positivis percaya bahwa ilmu positivistik (ilmu-ilmu alam atau ilmu fisika) merupakan conditio sine quanon untuk mencapai kebenaran dengan demikian juga untuk kemajuan umat manusia.
2.      Mahzab Historisisme
Historisme (bahasa jerman: historimus), yang diajukan pertama kali oleh Friederich Schlegel tahun 1797 untuk mengacu pada pergantian suatu aliran filsafat terkait dengan logika dan ada kalanya mengenai seni dan politik. Pada abad ke-19 berkembang menjadi salah satu aliran sejarah yang berkenaan dengan pendekatan metodologis di bidang sejarah.
Oleh Stern istilah historisme dirumuskan dengan formula berikut ini. Varitas et virtus filiae temporis “kebenaran dan nilai”adalah dua bersaudara dalam waktu, yakni saudara sejarah”. Melalui diktumnya itu historisisme sebenarnya hendak menegaskan kembali ide Kant, bahwa peristiwa-peristiwa tidak hanya terjadi dalam sejarah, melainkan juga berkembang melaui sejarah dan kezamanan. Tidak ada ide dan nilai serta kebenaran yang terlepas dari konteks sejarah yang melahirkannya. Karena itu, kebenaran dan nalar tidak mungkin ditemukan “diluar sejarah”.
Menurut Meyerhoff (1959:9) historisme itu pada mulanya dalah aliran ‘sempalan’ dari kaum romantis-idealis jerman. Mahzab ini lahir sebagai reaksi terhadap dominasi abstraksi-abstraksi logika positivisme (rasionalisme abad pencerahan), yang dianggap merendahkan ilmu sejarah dengan mengatakan bahwa “akal lebih unggul daripada sejarah sebagai sumber pengetahuan”.
Empat arti istilah historisme dalam buku Ankersmit yaitu sebagai berikut:
Pertama, istilah historisme ditafsirkan sebagai anggapan bahwa seorang peneliti sejarah harus memahami masa silam, dengan berpangkal pada masa silam sendiri, serta menghindarkan segala noda anarkisme (Leopold von Ranke:1795-1886)
Kedua, dengan timbulnya tuntutan hermeneutis agar seorang sejarawan menghayati atau masuk kedalam kulit seorang pelaku sejarah. De facto, ini berarti, bahwa masa silam harus dipahami dari dalam, dari masa silam sendiri. Dengan demikian, hermeneutika merincikan bentuk historisme yang pertama.
Ketiga, istilah historisme sering digunakan untuk menunjukkan sistem-sistem spekulatif tentang sejarah, seperti dikembangkan oleh Hegel, Marx, Comte, dan Spengler. Bentuk historisme inilah yang ditentang oleh Popper dalam bukunya yang terkenal, Gagalnya Historisme. Dalam buku tersebut dipakai istilah “historisisme”, bukan “historisme”. Karena bentuk historisme ala Hegel memang jauh menyimpang.
Keempat, arti yang paling didasari bagi istilah historisme. Arti ini analog dengan pengertian-pengertian seperti “sosiologisme” atau “scientisme”. Dengan demikian, yang dimaksud dengan historisme ialah pendapat, bahwa pendekatan historis terhadap kenyataan, membuka kemungkinan untuk melacak hakikat obyek-obyek didalam kenyataan itu.[3]
Tesis utama dari filsafat aliran baru ini ialah; kebenaran sejarah hanya mungkin dicapai dengan menunjukkan fakta-fakta sejarahnya secara empirik dan bukan dengan renungan filosofis. Untuk itu maka sejarah harus diriset melalui pembuktian dokumen atau sumber-sumber arsip sebagai data primer. Erat kaitannya, upaya filsuf sejarah kritis dan sejarawan dalam memperkuat basis keilmuan disiplin sejarah, lebih diarahkan pada masalah-masalah teoritis-metodologis sejarah, khususnya berkenaan dengan apa yang disebut sebagai ‘bidang garapan’ filsafat sejarah kritis, diantaranya yaitu :
1.        Masalah kedudukan ilmiah disiplin sejarah dan hubungannya dengan disiplin ilmu lain
2.        Masalah fakta sejarah dan kebenaran pernyataan sejarah
3.        Masalah objektifitas sejarah dan masalah penjelasan sejarah (historical explanation)
4.        Masalah kegunaan dan manfaat kajian sejarah sebagai disiplin ilmiah.
Filsafat sejarah kritis, sejalan dengan semangat filsafat ilmu, juga menyisakan wacana dan perdebatan panjang, khususnya mengenai keempat bidang yang disebutkan diatas. Perdebatan itu bahkan masih berlangsung sampai sekarang, sejalan dengan munculnya aliran-aliran baru dalam pemikiran sejarah. Filsafat searah kritis atau filsafat sejarah analitik yang muncul pada akhir-akhir abad ke-19 mencapai puncak pada abad ke-20.[4]
Hal-hal yang dipertanyakan dalam filsafat sejarah kritis muncul dari renungan atas pemikiran dan penalaran menurut ilmu sejarah, terutama bersifat epistemologis dan konseptual. Pada umumnya pembahasan filsafat sejarah kritis kerkisar pada dua pokok soal yang penting, yaitu mengenai logisitas eksplanasi yang diketengahkan oleh sejarawan professional dan status epistemologis narasi sejarah masa silam.[5]
2.      PERKEMBANGAN FILSAFAT SEJARAH KRITIS
Hal-hal yang dipertanyakan dalam filsafat sejarah kritis muncul dari renungan atas pemikiran dan penalaran menurut ilmu sejarah, terutama bersifat epistemologis dan konseptual.[6] Tokoh-tokoh filsafat sejarah kritis ialah Wilhelm Dilthey (1833-1911), Benedetto Croce (1866-1952), dan Robin George Collingwood (1889-1943). Seorang filsuf sejarah kritis meneliti sarana-sarana yang digunakan oleh ahli sejarah dalam melukiskan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Hubungan antara filsafat sejarah kritis dengan pengkajian sejarah sama seperti antara filsafat ilmu dengan ilmu. Keduanya meneliti secara filsafati bagaimana proses pengumpulan pengetahuan terjadi dan bagaimana proses itu dapat dibenarkan.[7]
Filsafat sejarah kritis mengandung arti studi mengenai jalannya peristiwa sejarah, atau studi terhadap asumsi dan metode para sejarawan.[8] Garis perkembangan filsafat sejarah kritis dapat disederhanakan menjadi tiga fase, diantaranya yaitu:
a.    Pergantian abad ke 19/20. Isu sentralnya berkaitan dengan penguatan fondasi sejarah sebagai disiplin ilmiah. Penegasan pendirian ini muncul dalam pidato J.B. Bury (1861-1927), berjudul The Science of History (1903). Sebagai sejarawan positivis, Bury memuji upaya filsuf dan sejarawan the german school (yang anti positivis), tapi juga membenarkan generalisasi dalam sejarah. Ia juga menolak sejarah sebagai karya sastra dan ajaran moral.
b.    Periode klasik, berlangsung antara tahun 1930-an dan tahun 1940-an atau sebelum PD II. Isu sentralnya pada fase ini berkisar pada masalah obyektivitas sejarah.
c.    Fase ketiga, berkisar antara tahun 1950-an sampai tahun 1970-an, isu pokoknya bergeser ke masalah penjelasan sejarah (Historical Explanation).
Filsafat sejarah kritis mengalami perkembangan pesat dan makin mengukuhkan kesadaran identitasnya sebagai wahana pengembangan sejarah ilmiah, sejalan dengan klaim filsafat ilmu pada umumnya. Filsafat sejarah kritis menggantikan filsafat sejarah spekulatif dalam mempelajari sejarah dengan menawarkan pengetahuan baru tentang sejarah ilmiah.
3.      KONTRIBUSI FILSAFAT KRITIS TERHADAP PERKEMBANGAN FILSAFAT SEJARAH
Kontribusi filsafat sejarah kritis terhadap filsafat sejarah yaitu filsafat sejarah dapat meneliti sarana-sarana yang digunakan seorang ahli sejarah dalam memaparkan atau menggambarkan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga akhirnya  dalam menyusun sejarah sudah mempunyai bukti-bukti yang mendukung dan memperkuat dalam memaparkan masa silam.[9]
Filsafat sejarah kritis memberikan jawaban kepada sejumlah pertanyaan tentang sejarah, pertama, terkait dengan apakah sejarah sebagai ilmu. Hal ini muncul karena adanya aliran positivisme yang mengatakan bahwa peristiwa sejarah tidak dapat dijelaskan dengan merujuk pada hukum-hukum alam, Sejarah memiliki paradigma sendiri dan tidak mengaitkan diri dengan ilmu kealaman. Kedua dan ketiga, sejarah membutuhkan rekonstruksi historis tentang sebuah peristiwa masa lampau yang dibangun diatas fakta sejarah, dasarnya adalah opini atau fakta sejarah yang memerlukan objektivitas dalam analisa sejarah, padahal menurut positivisme sejarah tidak pernah bersifat mutlak melainkan relative.
Dengan kita bersikap kritis terhadap suatu peritiwa sejarah maka kita akan lebih terpacu untuk menganalisis data – data tentang peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah bukan hanya diambil dari garis besar kejadian sejarah,melainkan harus dianalisa dan dikritisasi kebenarannya. Keuntungan lain dengan kita lebih dapat lebih belajar mengenai pandangan – pandangan lain dan membandingkannya. Karena kunci dari Filsafat Sejarah Krtitis ialah perbandingan sumber yang ada.














KESIMPULAN
Filsafat sejarah kritis ini lahir setelah sejarah menjadi disiplin ilmiah sejak pertengahan abad ke-19. Tesis utama dari filsafat aliran baru ini ialah; kebenaran sejarah hanya mungkin dicapai dengan menunjukkan fakta-fakta sejarahnya secara empirik dan bukan dengan renungan filosofis. Hal-hal yang dipertanyakan dalam filsafat sejarah kritis muncul dari renungan atas pemikiran dan penalaran menurut ilmu sejarah, terutama bersifat epistemologis dan konseptual
Garis perkembangan filsafat sejarah kritis dapat disederhanakan menjadi tiga fase, yaitu akhir abad ke 19 sejarah sebagai disiplin ilmiah, fase 1930-an dan 1940-an dikenal dengan periode klasik, dan fase 1950-an sampai 1970-an mengenai penjelasan sejarah. Filsafat sejarah kritis mengalami perkembangan pesat dan makin mengukuhkan kesadaran identitasnya sebagai wahana pengembangan sejarah ilmiah.
Kontribusi filsafat sejarah kritis terhadap filsafat sejarah yaitu filsafat sejarah dapat meneliti sarana-sarana yang digunakan seorang ahli sejarah dalam memaparkan atau menggambarkan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan. Filsafat sejarah kritis memberikan jawaban kepada sejumlah pertanyaan tentang sejarah, pertama, terkait dengan apakah sejarah sebagai ilmu. Dengan kita bersikap kritis terhadap suatu peritiwa sejarah maka kita akan lebih terpacu untuk menganalisis data – data tentang peristiwa sejarah








DAFTAR PUSTAKA
Aam Abdillah. 2012, Pengantar Ilmu Sejarah, Bandung : Pustaka Setia,
F.R Ankersmit. 1987. Refleksi Tentang Sejarah “Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah”. Jakarta: Gramedia
Jan Hendrik Rapar. 2010. Pengantar Filsafat. Yogyakarta :  Kanisius
Mestika Zed. 2010. Pengantar Filsafat sejarah. Padang: UNP Press
Moeflih Hasbullah, Dedi Supriyadi. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung:Pustaka Setia
Yulia siska. 2015. Manusia dan Sejarah : sebuah tinjauan filosofis. Yogyakarta : Garudawhaca


[1] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 2010), Hlm 85
[2] F.R Ankersmit. 1987. Refleksi Tentang Sejarah “Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah”. Jakarta: Gramedia. hlm 11
[3]F.R Ankersmit. 1987. Refleksi Tentang Sejarah “Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah”. Jakarta: Gramedia. Hlm, 211
[4] Mestika Zed. 2010. Pengantar Filsafat sejarah. Padang: UNP Press.hlm 87-89
[5] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, 2010 Yogyakarta, Kanisius Hlm 85
[6] Aam Abdillah, Pengantar Ilmu Sejarah, (Bandung : Pustaka Setia, 2012), hlm 127-128
[7] F.R. Ankersmit, Refleksi Tentang Sejarah, (Jakarta : Gramedia,1987), hlm 4
[8] Yulia siska, Manusia dan Sejarah (sebuah tinjauan filosofis), (Yogyakarta : Garudawhaca,2015) hlm 10
[9] Moeflih Hasbullah, Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah, (Bandung:Pustaka Setia, 2012), hal 44

DAMPAK KEBUDAYAAN RENAISANCE TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KESENIAN MODERN



DAMPAK KEBUDAYAAN RENAISANCE TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KESENIAN MODERN

Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme.
            Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa. Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali satra di Inggris, Perancis, dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.[1]
Tidaklah mudah untuk membuat garis batas yang tegas antara zaman renaisans dengan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan renaisans. Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju ke depan dengan kecepatan yang besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa sebelumnya. Manusia maju dengan langkah raksasa zaman uap ke zaman llistrik, kemudian ke zaman atom, elektron, radio, televisi, roket, dan zaman ruang angkasa.
Pada zaman renaisans ini manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pemikir yang dijelaskan disini antara lain Nicholas Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626).[2]
Copernicus adalah seorang tokoh gereja ortodoks, ia menemukan bahwa matahari berada dipusat jagad raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari, Teorinya  ini  disebut  Heliosentrisme, dimana matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat gereja. Teori Ptolomeus ini disebut Geosentrisme yang mempertahankan bumi sebagai pusat jagat raya.
Sekalipun Copernicus membuat model, namun alasan utamanya bukanlah sistemnya, melainkan keyakinannya bahwa prinsip Heliosentrisisme akan sangat memudahkan perhitungan. Copernicus sendiri tidak berniat untuk mengumumkan penemuannya, terutama mengingat keadaan dan lingkungan gereja saat itu. Menurut gereja, prinsip Geosentrisisme dianggap lebih benar daripada prinsip Heliosentrisisme. Tiap siang dan malam kita melihat semuanya mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat prhatian Tuhan, untuk manusialah semua itu diciptakan-Nya. Paham demikian disebut Homosentrisime. Dengan kata lain, prinsip Geosentrisisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Heliosentrisisme. Jika dalam keadaan demikian prinsip Heliosentrisisme dilontarkan, maka akan berakibat berubah dan rusaknya seluruh kehidupan manusia saat itu
Teori Copernicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is power (Pengetahuan adalah Kekuasaan). Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu:
1.      Mesin menghasilkan kemenangan dan perang modern,
2.      Kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan,
3.      Percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu.
Penemuan Copernicus mempunyai pengaruh luas dalam kalangan sarjana, antara lain Tycho Brahe Johannes Keppler. Tycho Brahe (1546-1601) adalah seorang bangsawan yang tertarik pada sistem astronomi baru. ia membuat alat-alat yang ukurannya besar sekali untuk mengamati bintang-bintang dengan teliti. Berdasarkan alat-alat besar itu dan nengan ketekunan serta ketelitian pengamatannya, maka bahan yang dapat dikumpulkan selama 21 tahun  sangat besar artinya untuk ilmu dan kehidupan sehari-hari.
Perhatian Tycho Brahe dimulai pada bulan November tahun 1572, dengan munculnya bintang baru di gugusan Cassiopea secara tiba-tiba, yaitu bintang yang cemerlang selama 16 bulan sebelum ia padam lagi. Bintang yang dalam waktu singkat menjadi cemerlang dalam bahasa modern disebut Nova atau Supernova, tergantung dari besarnya dan massanya. Timbulnya bintang baru itu menggugurkan pendapat yang dianut sampai saat itu, yaitu oleh karena angkasa diciptakan Tuhan, maka angkasa tidak dapat berubah sepanjang masa, dan bentuknya akan tetap dan abadi. Beberapa tahun kemudian, Tycho berhasil menyusun sebuah observatorium yang lengkap dengan alat, kepustakaan, dan tenaga pembantu.
Johannes Keppler (1571-1630) adalah pembantu Tycho dan seorang ahli matematika. Setelah Tycho meninggal dunia, bahan pengamatan selama 21 tahun itu diwariskan kepada Keppler. Di samping melanjutkan pengamatan, Keppler juga tetap mengembangkan Astrologi untuk memperoleh uang guna memelihara perkembangan Astronomi. Dalam mengolah bahan peninggalan Tycho ia masih bertolak dari kepercayaan bahwa semua benda angkasa bergerak, mengikuti lintasan circle karena sesuai kesempurnaan ciptaan Tuhan. Semua perhitungan tetap menunjukkan bahwa lintasan merupakan sebuah elips untuk semua planet. Akhirnya, Keppler terpaksa mengakui bahwa lintasan memang berbentuk elips.[3]
Setelah Keppler, muncul Galileo (1546-1642) dengan penemuan lintas peluru, penemuan hukum pergerakan, dan penemuan tata bulan planet Jupiter. Penemuan tata bulan Jupiter memperkokoh keyakinan Galileo bahwa tata surya bumi bersifat heliosentrik. Sebagai sarjana matematika dan fisika, Galileo menerima prinsip tata surya yang heliosentris serta hukum-hukum yang ditemukan Keppler. Galileo dapat pula membuat sebuah teropong bintang. Dengan teropong itu ia dapat melihat beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Yang terpenting dan terakhir ditemukannya adalah planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.
Galileo membagi sifat benda dalam dua golongan. Pertama, golongan yang langsung mempunyai hubungan dengan metode pemeriksaan fisik, artinya yang mempunyai sifat-sifat primer (primary qualities) seperti berat, panjang, dan lain-lain sifat yang dapat diukur. Kedua, golongan yang tidak mempunyai peranan dalam proses pemeriksaan ilmiah, disebut sifat-sifat sekunder (secondary qualities), seperti sifat warna, asam, manis, dan tergantung dari panca indera manusia.
Pada masa yang bersamaan dengan Keppler dan Galileo ditemukan logaritma oleh Napier (1550-1617) berdasarkan basis E, yang kemudian diubah kedalam dasar 10 oleh Briggs (lahir tahun 1615) dan kemudian diperluas oleh Brochiel de Decker (lahir tahun 1626). Ketika Keppler mendengar tentang penemuan itu, ia memberikan reaksi bahwa jika ia dapat mempergunakan penemuan logaritma, perhitungan yang 11 tahun dapat dipersingkat sekurang-kurangnya menjadi satu bulan.
Pada masa Desarque (1593-1662) ditemukan Projective Geometry, yang berhubungan dengan cara melihat sesuatu yaitu manusia A melihat benda P dari tempat. Oleh karena “melihat” hanya mungkin jika ada cahaya, sedangkan cahaya memancar lurus, maka seolah-olah mata dihubungkan dengan benda oleh satu garis lurus lurus. Sedang Fermat, juga mengembangkan Ortogonal Coordinate System, seperti halnya Descrates.
Disamping itu, ia juga melaksanakan penelitian teori Al-Jabar berkenaan dengan bilangan-bilangan dan soal-soal yang dalam tangan Newton dan Leibniz kemuudian akan menjelma sebagai perhitungan diferensial-integral (calculus). Fermat bersama-sama Pascal menyusun dasar-dasar perhitungan statistik.


[1] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia. 2008). Hal. 339
[2] Bernard Delfgaaw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, (Banten: Tiara Wacana Yogya. 1992). Hal. 104
[3] Sutarjo Adisusilo, Sejarah Pemikiran Barat dari yang Klasik sampai yang Modern, ( Yogyakarta: Sanata Dharma, 2007), Hal. 227